Yang Ingin Tau tentang Reksadana, Ini Penjelasannya
Reksadana merupakan instrumen investasi yang menguntungkan, terlebih untuk investor jangka panjang yang ingin menikmati keuntungan dari pasar saham. Namun, mengapa investasi ini masih kalah populer dibandingkan investasi lain?
“Hemat itu Asyik,” demikian judul gimmick PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI). Ada edukasi di balik gimmick tersebut, yakni tetap hemat mesti gemar menyeruput kopi. Simulasi penghematannya demikian; harga kopi kafe Rp30.000, harga kopi sachet Rp3.000. Jika harga kopi kafe dikurangi harga kopi sachet akan menghasilkan penghematan Rp27.000 sekali ngopi, coba kalikan sebulan (20 X ngopi). Maka akan dihasilkan penghematan sebesar Rp540.000
Pesan yang ingin dibangun, penghematan itu menyenangkan dan tidak harus membuat kita menderita. Kita tetap bisa melakoni kegemaran kita seperti ngopi. Yang perlu diubah hanya cara kita memenuhinya. Edukasi tersebut cukup jenaka, karena jika kita buka bungkus gimmick tersebut, di dalamnya terdapat sebungkus kopi sachet.
Sebagaimana dijelaskan Putut Endro Andanawarih, Director of Business Development PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, salah satu penghambat investasi karena terlalu banyak uang tersedot untuk memenuhi gaya hidup. Sifat gaya hidup yang mendorong kita membeli sesuatu atas dasar keinginan bukan kebutuhan, melenakan kita akan masa depan.
Faktor lain, minimnya pemahaman tentang investasi. Menurut Putut, dari sekitar 250 juta penduduk Indonesia, hanya 18% yang tahu asuransi, dan dari 18% tersebut yang berinvestasi di asuransi 11%. Sementara yang tahu pasar modal 7%, dan dari 7% itu hanya 0,11% yang berinvestasi di pasar modal (saham dan reksadana). “Jadi, 93% orang Indonesia tidak tahu pasar modal,” tutur Putut yang diwawancarai di kantornya di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Bicara masa depan berarti bicara investasi. Untuk mengingatkan orang pentingnya investasi, MAMI melakukan edukasi dengan jargon “3I” (Insaf, Irit, dan Investasi). Insaf berarti orang harus sadar hanya 1/3 dari hidup kita digunakan untuk mencari uang, sementara 2/3 hidup kita justru banyak menghabiskan uang.
Usia produktif kita rata-rata 25–55 tahun (usia kerja). Sementara rentang usia 0–24 tahun (usia sekolah) dan rentang usia 55 tahun ke atas (masa pensiun) merupakan fase usia nonproduktif.
“Usia harapan hidup orang Indonesia rata-rata 75 tahun, pensiun usia 55 tahun, jadi selama 20 tahun kita mengeluarkan uang tanpa income. Tinggal kalikan 240 bulan dengan rata-rata biaya hidup kita sebulan, itulah yang kita butuhkan selama pensiun,” jelasnya.
Setelah insaf, tentunya diharapkan kita mau irit. Putut menegaskan, selama ini orang tidak mau berinvestasi karena tidak punya dana atau anggaran. Padahal ini bisa diatasi dengan melakukan penghematan. “Katakanlah sehari kita irit Rp10.000, berarti sebulan Rp300.000. Kalau kita simpan itu di reksadana berarti kita investasi,” jelas dia lagi.
Edhi Widjojo, President Director of AXA Asset Management Indonesia, dalam bincang-bincang dengan wartawan bulan Ramadhan lalu mengatakan, ada empat tujuan investasi. Keempat tujuan tersebut; untuk melindungi nilai aset/kekayaan dari pengaruh inflasi, meningkatkan nilai aset/kekayaan yang ada saat ini, memenuhi kebutuhan di masa depan, dan sebagai bagian dari perencanaan keuangan untuk masa yang akan datang—seperti persiapan pensiun/hari tua dan lain-lain.
Mengapa Pilih Reksadana
Edhi mengatakan, salah satu prinsip investasi jangan taruh semua telur dalam satu keranjang. Maknanya, investasi harus disebar di berbagai instrumen atau jenis untuk menekan risiko sekecil mungkin. “Main saham tidak boleh di satu saham, harus didiversifikasi misalnya 10 saham, maka itu bisa beli reksadana,” tuturnya.
Putut menjelaskan, reksadana merupakan investasi secara kolektif yang dirancang untuk masyarakat umum. Umumnya ada empat pilihan basis investasi reksadana, yakni reksadana berbasis saham, reksadana berbasis pasar uang, reksadana berbasis obligasi (pendapatan tetap), dan reksadana campuran.
Reksadana pasar uang berarti investasi hanya di pasar uang. Reksadana jenis ini mirip dengan deposito berjangka. Namun, kata Putut, reksadana pasar uang tetap menarik karena bersifat kolektif. “Kalau kita cuma punya Rp100 juta deposito di BCA minta special rate pasti tidak dikasih. Tapi, kalau reksadana saya pegang Rp1 triliun, saya datang ke BCA minta special rate dikasih dong,” ucap dia.
Sesuai namanya, reksadana pendapatan tetap berarti menawarkan return tetap. Reksadana ini diinvestasikan ke obligasi (surat utang) yang dikeluarkan pemerintah atau perusahaan. Reksadana saham berarti investasinya hanya di pasar modal dalam bentuk saham. Sementara reksadana campuran merupakan kombinasi dari ketiga jenis reksadana di atas.
Dilihat dari risikonya, reksadana pasar uang paling kecil sesuai return-nya juga kecil. Yang paling tinggi risikonya reksadana pasar saham, karena pasar saham biasanya naik-turun secara dinamis. Reksadana ini dianjurkan untuk investasi jangka panjang, misalnya investasi untuk persiapan pensiun. “Tahun 2009 pasar modal Indonesia naiknya 98%, tahun 2008 turunnya 50%. Bagi investor jangka panjang, naik-turun pasar modal hal biasa,” jelas pria yang sudah berpengalaman 20 tahun di pasar modal ini.
Dilihat dari historinya, investasi reksadana pasar modal rata-rata menghasilkan return 0%─25% per tahun. Sementara reksadana obligasi dan pasar uang masing-masing return-nya berkisar 10%–15% per tahun dan 5%–10% per tahun.
Dia menyarankan agar tidak memberatkan, investor bisa berinvestasi secara berkala—ini juga yang menjadi keunggulan reksadana saham—dengan nilai investasi yang minim, misal hanya menyisihkan Rp100.000 per bulan. “Dengan Rp100.000 bisa diinvestasikan di sekian banyak saham perusahaan,” jelasnya.
Dia mengibaratkan membeli reksadana seperti membeli rujak; misalnya dengan uang Rp10.000 kita hanya dapat satu buah mangga, dengan risiko belum tentu manis mangganya. Sementara jika dibelikan rujak akan mendapatkan kombinasi berbagai buah. Begitu pun di reksadana saham; dengan uang terbatas kita bisa membeli berbagai saham blue chip seperi BCA, Astra, atau Telkom. Sementara jika kita ingin membeli langsung saham suatu perusahaan, minimal harus beli 1 lot (500 lembar) dengan dana jauh lebih besar.
Saat ini total dana kelolaan reksadana MAMI mencapai Rp48,3 triliun dengan jumlah investor mencapai 53 ribu. Kontribusi paling besar disumbang dari reksadana pendapatan tetap dan reksadana saham, disusul reksadana campuran.
Meski menguntungkan, reksadana belum terlalu diminati masyarakat Indonesia. Saat ini hanya ada sekitar 300 ribu investor reksadana di Indonesia. Namun Putut meyakini, pasarnya akan semakin cerah di masa depan seiring membaiknya perekonomian Indonesia dan makin teredukasinya masyarakat soal reksadana.
Untuk meraih pasar yang lebih besar MAMI akan mengubah fokus edukasi, yakni dengan lebih mengedepankan aspek manfaat dan benefit reksadana, tidak lagi cuap-cuap soal produknya. Baik Putut maupun Edhi berharap masyarakat Indonesia kelak seperti masyarakat AS dalam melihat pasar modal. Edhie mengatakan, setiap rumah tangga di AS rata-rata memiliki satu saham perusahaan. Sementara menurut Putut, di AS jika anak lahir sering diberi hadiah satu lembar saham perusahaan.
dikutip dari http://www.marketing.co.id/