Jokowi Kok Tetap disukai? Ini Alasannya
Belum genap setahun pemerintahan Presiden Joko Widodo, telah banyak hal kontroversial dan ‘berani’ yang diputuskannya.
Bermula dari fraksi gabungan partainya yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang memutuskan membentuk Komisi sendiri dan menyatakan tidak percaya pada pimpinan DPR yang di dominasi oleh Koalisi Merah Putih (KMP), memutuskan kenaikan BBM sampai 30% dari harganya semula yang kemudian diturunkan bertahap dan menyesuaikan dengan harga minyak dunia, menembak mati gembong-gembong narkoba, sampai pada penghapusan kurikulum K-13 untuk siswa yang membuat para guru dan tenaga pendidik kelabakan.
Kontroversi? Iya, karena Jokowi membuat terobosan-terobosan yang tidak umum dibandingkan Presiden-presiden sebelumnya. Namun, kita melihat euforia Jokowi effect masih terasa hingga saat ini. Bagaimana Jokowi mengadakan sidak ke daerah-daerah diluar rencana Paspampres dan bertemu langsung dengan petani, elayan, buruh, dan lainnya.
Saat mulai menjabat Walikota, Jokowi memang langsung disukai. Hingga ketika masa jabatan habis, dan Jokowi tak juga mendaftar sebagai calon pada Pilkada selanjutnya, rakyat berbondong-bondong mendatanginya, memintanya maju sebagai walikota. Akhirnya Jokowi pun mendaftar di detik-detik terakhir menjelang penutupan pendaftaran di kantor KPU. Dan dia terpilih sebagai walikota untuk periode kedua, dengan perolehan suara di atas 90%.
Ketika dia diminta PDIP mencalonkan diri dalam Pilgub DKI, rakyat Solo sangat kehilangan. Mereka sedih bukan karena Jokowi dinilai mengkhianati kepercayaan mereka (dan memang begitu sebenarnya.. hehe) namun lebih karena mereka“ngeman” (sayang) Jokowi. Akhirnya mereka tetap merelakan Jokowi untuk tugas yang lebih besar. Jokowi melepaskan jabatan sebagai Walikota Solo yang baru disandangnya 2 tahun, tanpa gejolak yang berarti.
Tentu ada kalangan yang tak menyukai Jokowi. Namun tentu itu karena faktor X. Orang normal kebanyakan akan menyukainya. Lantas, mengapa Jokowi begitu disukai? Ini jawabannya:
Sederhana
Sosok Jokowi begitu sederhana, nggak neka-neka, membuat siapapun meleleh. Jokowi memang humble. Dia bergaul dengan siapapun. Ketika pejabat lain bersolek dengan baju-baju yang mahal, Jokowi pilih kemeja lengan panjang putihnya. Kemeja yang sama selalu dipakai saat acara tarawih keliling, di saat orang kelas atas mengenakan baju koko yang megah. Ketika pejabat lain beramai-ramai memfasilitasi diri dengan mobil mewah sebagai mobil dinasnya, Jokowi rela pakai mobil dinas lamanya, KIA Sedona. Jokowi bukan orang yang jaim.
Rendah hati
Rendah hati ini 11-12 dengan sederhana, tapi beda tipis. Jokowi sedikit bicara. Sebaliknya, dia suka mendengarkan orang bicara. Jokowi sangat menghormati siapapun. Dia juga berusaha memenuhi setiap undangan. Saat Jokowi jadi walikota, dalam kerjaan, kami tidak sekali-dua kali kami menggelar acara dengan mengundang Walikota. Untuk talkshow tentang masalah kota, acara di radio, diskusi dengan kalangan internal, membuka acara sepeda santai, pembukaan pameran dll. Mengundang Jokowi relatif lebih mudah. Bahkan kalangan tertentu diberi akses khusus, langsung bisa bicara dengan dia via ponsel, bukan ponsel ajudan. Jokowi juga mendatangi resepsi-resepsi pernikahan orang kebanyakan yang mengundang dia sebagai tamu, walau hanya sebentar, karena banyak undangan. Jokowi sangat menghormati orang. Dalam bicara, dia tidak pernah memakai nada mengintimidasi, mendikte, apalagi membully. Ketika saya membaca buku “How to Win Friends and Influence People” (Dale Carnegie), Jokowi sudah melaksanakan semua yang ada di buku itu.
Spontan
Spontanitas Jokowi yang mengejutkan tak jarang membuat orang yang melihatnya terheran-heran. Namanya saja spontan, tentu tak dibuat-buat alias tulus adanya. Saat banjir melanda Solo, mobil Jokowi mogok di tengah jalan. Diapun keluar mobil dan turun tangan untuk mendorong mobil dinasnya. Saat dalam sebuah acara di mana ada Presiden SBY akan memukul gong, SBY berhenti dan mengurunkan niatnya memukul gong karena ternyata letak gong tidak strategis. Jokowi pun mengangkat rangka katu dengan gong di tengahnya, agar letaknya jadi pas untuk dipukul. Hal-hal kecil ini menandakan ketulusan, sebuah sifat pejabat yang sangat dirindukan rakyat saat ini. Hal-hal kecil yang tak dimiliki pejabat lain, itu mengapa Jokowi jadi media darling, karena apa yang dilakukannya memang beda, tidak biasa, salah satu unsur yang “berita banget”.
Dekat dengan orang kecil
Jokowi adalah pejabat yang dekat dengan rakyat. Hobi blusukan sudah dilakukan sejak mulai menjabat sebagai walikota. Saat menjabat walikota, sangat mudah orang menemukan Jokowi. Apalagi Solo kota yang kecil. Setiap Jumat Jokowi dan jajaran pejabat Pemkot punya jadwal naik sepeda onthel keliling kota, dalam kegiatan menyapa rakyat yang diberi titel: “mider praja“. Mereka mengunjungi kampung-kampung terpencil, berdialog dengan rakyat jelata. Jokowi lebih dulu mendengarkan keluhan rakyat. Lantas minta pendapat mereka, apa yang seharusnya dilakukan sebagai solusi. Rakyat diajak bicara. Itu sesuatu banget. Ketika masa kampanye walikota periode kedua untuk Jokowi, dia tidak menggelar orasi terbuka. Sebaiknya, Jokowi lagi-lagi pilih jalan dari kampung-kampung, mendekat pada warga yang akan dipimpinnya.
(sebagian teks disadur dari http://sosok.kompasiana.com/2013/04/02/mengapa-jokowi-disukai-542284.html)